Rehabilitasi Hutan dan Lahan di Cabang Dinas Kehutanan Wilayah IV Provinsi Jawa Barat


Rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) di lahan kritis dan lahan kosong merupakan salah satu upaya pemulihan kondisi suatu area yang berada di Daerah Aliran Sungai. Melalui kegiatan RHL diharapan dapat memulihkan kondisi DAS menjadi optimal sebagai pengatur tata air, sehingga dapat mengurangi terjadinya bencana (banjir, longsor, erosi). Adapun salah satu kegiatan RHL yaitu Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan. 



Kondisi Lahan Kritis

Adapun Landasan hukum dalam Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan terdiri atas :
  • Undang-undang No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan;
  • Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan. Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan;
  • Peraturan Menteri Kehutanan No.01/Menhut-II/2004 tentang pemberdayaan Masyarakat Setempat di Dalam atau Sekitar Hutan Dalam Rangka Social Forestry;
  • Permenhut P.16/Menhut-II/2011 tentang Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Kehutanan.



Untuk mengoptimalkan pemberdayaan masyarakat sekitar hutan, ada beberapa konsep pengembangan yang bisa dijadikan pedoman untuk meningkatkan peningkatan ekonomi masyarakat sekitar hutan dan juga sedikitnya mampu mengurangi dampak dari kerusakan lingkungan. Adapun konsep yang dimaksud ialah :
  • Pengembangan Wanatani (Agroforestry)
  • Civil teknis
pengembangan wanatani (Agroforestry) :

1.     Wanatani (Agroforestry) ialah bentuk pengolahan lahan dengan penggabungan usaha kehutanan, pertanian, peternakan dan perikanan atau yang lainya dalam suatu waktu dan lahan yang sama, dengan output yang dihasilkan lebih bervariasi, Dalam pengembangan wanatani disesuaikan kondisi ekologi, sosial, dan ekonomi setempat sehingga bisa menggunakan teknologi tepat guna dalam penerapannya. bentuk - bentuk bentuk dari wanatani diantarannya :

a.     Agrisilviculture : suatu bentuk penggabungan komoditi kehutanan dan pertanian, dengan penggabungan teknologi tepat guna yang disesuaikan dengan kondisi lahan setempat diharapkan dapat meningkatkan perekonomian masyarakat.


Tumpang sari merupakan pembangunan tanaman kehutanan yang digabungkan dengan pertanian pada jangka waktu tertentu. Pada lahan di kawasan hutan produksi (lahan Perhutani) pada umumnya tumpangsari berupa penanaman palawija(padi, jagung, kacang tanah, dan lain-lain) di sela-sela tanaman inti (berupa pohon jati, mahoni, Rasamala, dan lain-lain), untuk tumpang sari di luar kawasan hutan pada umumnya pohonya diganti dari yang lama daurnya menjadi yang lebih singkat, contohnya mahoni diganti dengan albasia, namun ditengan atau diselanya tetap tanaman palawija.

Pola penanaman tumpangsari 



Untuk lahan masyarakat sekitar hutan yang mempunyai tanaman pokoknya yang bersifat fast growing pada umur 2 tahun biasanya tanaman palawijanya diganti dari tanaman yang membutuhkan sinar matahari penuh
menjadi tanaman yang tidak membutuhkan sinar matahari penuh, contohnya dengan tanaman kapolaga, lada.



b.     Silvopasture merupakan wanatani perpaduan antara kehutanan dengan peternakan dalam satu kawasan pengelolaan lahan hutan. Kegiatan ini  pada umumnya pada bawah tegakan di isi dengan pakan ternak, hal ini dilakukan karena daerah tersebut tidak memiliki lahan untuk pengembalaan, namun dalam beberapa kasus ada juga jenis pohon yang di sukai oleh para peternak dan hal ini bisa berdampak positif atau negatif terhadap pohon tersebut, untuk hal positifnya pohon yang dipangkas cabang dan batangnya bisa diambil daun untuk pakan dan tegakan bisa lurus, namun ada kalanya cabang, ranting dan daun dipangkas dan disisakan daun atasnya hal ini bisa mengganggu pertumbuhan pohon tersebut.




c.      Silvofishery merupakan bentuk wanatani penggabungan kegiatan kehutanan dengan perikanan di dalam suatu kawasan, waktu yang sama, kegiatan silvofishery dilakukan terutama  di daerah hutan mangrove, daerah payau berupa tambak ikan atau udang.  Dalam pengelolaan wanatani ini masyarakat di sekitar kawasan hutan mangrove di izinkan membudidayakan ikan pada tambak yang berbentuk parit selebar 4 meter di sekeliling petak tanaman hutan payau yang luasnya 1-4 hektar, selain membudidayakan tambak masyarakat diharapkan/diwajibkan untuk memelihara hutan payau yang berada di dalam petak tersebut.
Adapun hal yang lainya dalam hutan mangrove bisa juga digunakan untuk wisata.



2.     Civil teknis ialah bentuk konservasi guna mengurangi dampak dari kerusakan yang berada di lahan sekitar hutan ataupun di luar kawasan hutan. adapun civil teknis yang sering digunakan dalam penerapan di antaranya : pembuatan dam penahan, pembuatan gully plug, pembuatan sumur resapan, pembuatan biopori. 

a.     Dam penahan  adalah suatu bendungan kecil dengan kontruksi bronjong batu , pasangan batu, atau crucuk bambu/kayu, yang bisanya dibangung pada alur jurang dengan tinggi maksimum 4 m. Dam penahan mempunyai tujuan  untuk mengurangi/ menahan endapan atau sedimentasi sungai.


b.     Gully plug (dam pengendali) merupakan salah satu upayakonservasi tanah untuk mencegah, mengurangi, mengendalikan erosi jurang agar tidak meluas dan berkembang sehingga merusak daerah sekitarnya. Dam pengendali berupa bandungan kecil yang dapat menampung air dengan kontruksi lapisan kedap air atau speci batu, urugan tanah homogen, bronjong batu yang dibuat pada alur sungai dengan tinggi maksimum 8m.



c.      Sumur resapan merupakan teknik konservasi air berupa bangunan yang menyerupai sumur gali dengan kedalaman tertentu yang bisa menampung air hujan yang jatuh atas atap rumah atau daerah kedap air dan dapat meresap ke dalam  tanah. adapun manfaat dari sumur resapan diantaranya : mengurangi aliran permukaan sehingga mencegah/mengurangi terjadinya banjir/genangan air, mempertahankan meningkatkan tinggi permukaan air tanah, mengurangi erosi/sedimentasi, mengurangi menahan intrusi air laut bagi daerah yang berdekatan dengan kawasan pantai, mencegah penurunan tanah, dan mengurangi konsentrasi pencemaran air tanah.



d.     Biopori berupa lubang/rongga yang diberada di tanah atau dipermukaan yang bisa dibentuk secara alami atau buatan, lubang biopori diharapkan menjadi lubang resapan air hujan guna dikembalikan kedalam tanah. adapun lubang biopori mempunyai ukuran 80-100 cm dan diameter 10-30cm.


   


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hutan Pantai Cianjur di Cabang Dinas Kehutanan Wilayah IV

RISALAH BENCANA BANJIR DAN KEHUTANAN